Stoikiometri
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dalam ilmu
kimia,
stoikiometri (kadang disebut
stoikiometri reaksi untuk membedakannya dari
stoikiometri komposisi) adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (
persamaan kimia). Kata ini berasal dari
bahasa Yunani stoikheion (elemen) dan
metriā (ukuran).
Stoikiometri didasarkan pada hukum-hukum dasar kimia, yaitu
hukum kekekalan massa,
hukum perbandingan tetap, dan
hukum perbandingan berganda.
Contoh:
Stoikiometri gas adalah suatu bentuk khusus, dimana reaktan dan
produknya seluruhnya berupa gas. Dalam kasus ini, koefisien zat (yang
menyatakan perbandingan
mol dalam stoikiometri reaksi) juga sekaligus menyatakan perbandingan volume antara zat-zat yang terlibat.
Di awal kimia, aspek kuantitatif perubahan kimia, yakni stoikiometri
reaksi kimia, tidak mendapat banyak perhatian. Bahkan saat perhatian
telah diberikan, teknik dan alat percobaan tidak menghasilkan hasil yang
benar.
Salah satu contoh melibatkan teori flogiston. Flogistonis mencoba
menjelaskan fenomena pembakaran dengan istilah “zat dapat terbakar”.
Menurut para flogitonis, pembakaran adalah pelepasan zat dapat etrbakar
(dari zat yang terbakar). Zat ini yang kemudian disebut ”flogiston”.
Berdasarkan teori ini, mereka mendefinisikan pembakaran sebagai
pelepasan flogiston dari zat terbakar. Perubahan massa kayu bila
terbakar cocok dengan baik dengan teori ini. Namun, perubahan massa
logam ketika dikalsinasi tidak cocok dengan teori ini. Walaupun demikian
flogistonis menerima bahwa kedua proses tersebut pada dasarnya identik.
Peningkatan massa logam terkalsinasi adalah merupakan fakta.
Flogistonis berusaha menjelaskan anomali ini dengan menyatakan bahwa
flogiston bermassa negatif.
Filsuf dari Flanders Jan Baptista van Helmont (1579-1644) melakukan
percobaan “willow” yang terkenal. Ia menumbuhkan bibit willow setelah
mengukur massa pot bunga dan tanahnya. Karena tidak ada perubahan massa
pot bunga dan tanah saat benihnya tumbuh, ia menganggap bahwa massa yang
didapatkan hanya karena air yang masuk ke bijih. Ia menyimpulkan bahwa
“akar semua materi adalah air”. Berdasarkan pandangan saat ini,
hipotesis dan percobaannya jauh dari sempurna, tetapi teorinya adalah
contoh yang baik dari sikap aspek kimia kuantitatif yang sedang tumbuh.
Helmont mengenali pentingnya stoikiometri, dan jelas mendahului
zamannya.
Di akhir abad 18, kimiawan Jerman Jeremias Benjamin Richter
(1762-1807) menemukan konsep ekuivalen (dalam istilah kimia modern
ekuivalen kimia) dengan pengamatan teliti reaksi asam/basa, yakni
hubungan kuantitatif antara asam dan basa dalam reaksi netralisasi.
Ekuivalen Richter, atau yang sekarang disebut ekuivalen kimia,
mengindikasikan sejumlah tertentu materi dalam reaksi. Satu ekuivalen
dalam netralisasi berkaitan dengan hubungan antara sejumlah asam dan
sejumlah basa untuk mentralkannya. Pengetahuan yang tepat tentang
ekuivalen sangat penting untuk menghasilkan sabun dan serbuk mesiu yang
baik. Jadi, pengetahuan seperti ini sangat penting secara praktis.
Pada saat yang sama Lavoisier menetapkan hukum kekekalan massa, dan
memberikan dasar konsep ekuivalen dengan percobaannya yang akurat dan
kreatif. Jadi, stoikiometri yang menangani aspek kuantitatif reaksi
kimia menjadi metodologi dasar kimia. Semua hukum fundamental kimia,
dari hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap sampai hukum reaksi
gas semua didasarkan stoikiometri. Hukum-hukum fundamental ini
merupakan dasar teori atom, dan secara konsisten dijelaskan dengan teori
atom. Namun, menarik untuk dicatat bahwa, konsep ekuivalen digunakan
sebelum teori atom dikenalkan.
Dalton mengenali bahwa penting untuk menentukan massa setiap atom
karena massanya bervariasi untuk setiap jenis atom. Atom sangat kecil
sehingga tidak mungkin menentukan massa satu atom. Maka ia memfokuskan
pada nilai relatif massa dan membuat tabel massa atom (gambar 1.3) untuk
pertamakalinya dalam sejarah manusia. Dalam tabelnya, massa unsur
teringan, hidrogen ditetapkannya satu sebagai standar (H = 1). Massa
atom adalah nilai relatif, artinya suatu rasio tanpa dimensi. Walaupun
beberapa massa atomnya berbeda dengan nilai modern, sebagian besar
nilai-nilai yang diusulkannya dalam rentang kecocokan dengan nilai saat
ini. Hal ini menunjukkan bahwa ide dan percobaannya benar.
Kemudian kimiawan Swedia Jons Jakob Baron Berzelius (1779-1848)
menentukan massa atom dengan oksigen sebagai standar (O = 100). Karena
Berzelius mendapatkan nilai ini berdasarkan analisis oksida, ia
mempunyai alasan yang jelas untuk memilih oksigen sebagai standar.
Namun, standar hidrogen jelas lebih unggul dalam hal kesederhanaannya.
Kini, setelah banyak diskusi dan modifikasi, standar karbon digunakan.
Dalam metoda ini, massa karbon 12C dengan 6 proton dan 6 neutron
didefinisikan sebagai 12,0000. Massa atom dari suatu atom adalah massa
relatif pada standar ini. Walaupun karbon telah dinyatakan sebagai
standar, sebenarnya cara ini dapat dianggap sebagai standar hidrogen
yang dimodifikasi.
Soal Latihan 1.1 Perubahan massa atom disebabkan perubahan standar.
Hitung massa atom hidrogen dan karbon menurut standar Berzelius (O =
100). Jawablah dengan menggunakan satu tempat desimal.
Jawab.
Massa atom hidrogen = 1 x (100/16) = 6,25 (6,3), massa atom karbon = 12 x (100/16)=75,0
Massa atom hampir semua unsur sangat dekat dengan bilangan bulat,
yakni kelipatan bulat massa atom hidrogen. Hal ini merupakan kosekuensi
alami fakta bahwa massa atom hidrogen sama dengan massa proton, yang
selanjutnya hampir sama dengan massa neutron, dan massa elektron sangat
kecil hingga dapat diabaikan. Namun, sebagian besar unsur yang ada
secara alami adalah campuran beberapa isotop, dan massa atom bergantung
pada distribusi isotop. Misalnya, massa atom hidrogen dan oksigen adalah
1,00704 dan 15,9994. Massa atom oksigen sangat dekat dengan nilai 16
agak sedikit lebih kecil.
Contoh Soal 1.2 Perhitungan massa atom. Hitung massa atom magnesium
dengan menggunakan distribsui isotop berikut: 24Mg: 78,70%; 25Mg:
10,13%, 26Mg: 11,17%.
Jawab:
0,7870 x 24 + 0,1013 x 25 +0,1117 x 26 = 18,89+2,533+2,904 = 24,327(amu; lihat bab 1.3(e))
Massa atom Mg = 18,89 + 2,533 + 2,904 =24.327 (amu).
Perbedaan kecil dari massa atom yang ditemukan di tabel periodik (24.305) hasil dari perbedaan cara dalam membulatkan angkanya.
hitunglah massa dari gas metana 1,23 liter diukur pada suhu 25c dan tekanan 1 atm
Metoda kuantitatif yang paling cocok untuk mengungkapkan jumlah
materi adalah jumlah partikel seperti atom, molekul yang menyusun materi
yang sedang dibahas. Namun, untuk menghitung partikel atom atau molekul
yang sangat kecil dan tidak dapat dilihat sangat sukar. Alih-alih
menghitung jumlah partikel secara langsung jumlah partikel, kita dapat
menggunakan massa sejumlah tertentu partikel. Kemudian, bagaimana
sejumlah tertentu bilangan dipilih? Untuk
menyingkat cerita, jumlah partikel dalam 22,4 L gas pada STP (0℃,
1atm) dipilih sebagai jumlah standar. Bilangan ini disebut dengan
bilangan Avogadro. Nama bilangan Loschmidt juga diusulkan untuk
menghormati kimiawan Austria Joseph Loschmidt (1821-1895) yang pertama
kali dengan percobaan (1865).
Sejak 1962, menurut SI (Systeme Internationale) diputuskan bahwam
dalam dunia kimia, mol digunakan sebagai satuan jumlah materi. Bilangan
Avogadro didefinisikan jumlah atom karbon dalam 12 g 126C dan dinamakan
ulang konstanta Avogadro.
Ada beberapa definisi “mol”:
(i) Jumlah materi yang mengandung sejumlah partikel yang terkandung
dalam 12 g 12C. (ii) satu mol materi yang mengandung sejumlah konstanta
Avogadro partikel.
(iii) Sejumlah materi yang mengandung 6,02 x 1023 partikel dalam satu mol.
Satuan massa atom
Karena standar massa atom dalam sistem Dalton adalah massa hidrogen,
standar massa dalam SI tepat 1/12 massa 12C. Nilai ini disebut dengan
satuan massa atom (sma) dan sama dengan 1,6605402 x 10–27 kg dan D
(Dalton) digunakan sebagai simbolnya. Massa atom didefinisikan sebagai
rasio rata-rata sma unsur dengan distribusi isotop alaminya dengan 1/12
sma 12C.